Sabtu, 28 Maret 2009

Peradaban Islam


PERADABAN ISLAM

Banyak dari kita yang sudah mengetahui tentang fase-fase peradaban islam yang diperkirakan Rasulullah. Dalam haditsnya yang terkenal, beliau menyebutkan tentang keadaan dan kondisi umat islam, yang dalam hal ini beliau cirikan dengan keadaan para penguasanya. Setidaknya beliau membagi fase peradaban islam setelah beliau wafat dalam empat fase. Fase pertama adalah fase dimana kepemimpinan kaum muslimin dikelola oleh orang-orang yang mengacu pada cara (manhaj) kepemimpinan nabi (khilaafah ‘alaa minhaajin –nubuwwah), yang adil dan mengangkat kewibawaan Islam. Menurut para ulama pergerakan, fase ini disepakati sudah berlalu dengan para aktornya adalah khulafaa-ur-rasyidiin (Khalifah-khalifah yang diberikan petunjuk: Abu Bakr, Umar, Utsman dan Aliy ). Fase kedua merupakan masa dimana para penguasanya kebanyakan adalah penguasa yang sombong, angkuh dan tidak lagi menggunakan manhaj kepemimpinan nabi. Walaupun begitu, para penguasa di fase ini masih menggunakan hukum-hukum Islam sebagai dasar perundangan negara. Fase ini disepakati oleh para ulama pergerakan juga sudah terlewati. Diakhiri dengan runtuhnya kekhilafahan Islam internasional Turki Utsmani pada tahun 1923.

Selanjutnya kaum muslimin akan dihadapkan dengan masa dimana para penguasanya adalah penguasa yang zholim, kejam dan menindas kaumnya sendiri. Fase inilah yang kemudian ditengarai sedang terjadi di dunia Islam pada masa-masa sekarang. Faktanya adalah keadaaan yang melingkupi negeri-negeri Muslimin satu abad terakhir. Bahkan sisa-sisa penindasan itu masih terjadi di beberapa negeri muslim. Begitulah, nasib umat Islam dari zaman ke zaman, terus menurun dari generasi ke generasi, terutama dari segi kualitas internalnya. Akan tetapi, Rasulullah SAW juga tidak membiarkan umatnya berada dalam keputusasaan. Beliau tetap memberitakan bahwa di akhir zaman nanti, setelah fase yang ketiga ini selesai, maka akan muncul masa dimana kepemimpinan umat Islam akan diusung kembali oleh penguasa yang adil. Yaitu orang-orang yang memimpin sesuai dengan manhaj kepemimpinan Rasulullah. Kepemimpinan inilah yang akan membawa umat Islam kembali berwibawa dan menjadi soko guru bagi semesta dunia (ustaadziyyaatul ‘aalam). Pada saat itulah Islam benar-benar bisa dirasakan dan dibuktikan kebenarannya sebagai rahmatan lil ‘alamiin. Namun, tentu saja masa kembalinya keemasan ini bukan didapat dengan cuma-cuma, Allah tidak memberikannya begitu saja tanpa harga yang harus dibayar. Oleh karena itulah, umat Islam harus berusaha sekuat mungkin untuk bisa melunasi harga yang harus dibayar tersebut.

Fase-fase peradaban Islam di atas, juga mewariskan berbagai macam hal yang sangat mempengaruhi dan berharga pada dinamika kehidupan peradaban manusia. Ditinjau dari warisan peradaban Islam dari masa ke masa, akan terlihat perbedaan mendasar karakteristik warisan itu, sesuai dengan fase peradaban Islam yang saat itu terjadi. Pada zaman awal Islam disebarkan oleh Rasulullah misalnya, beliau sangat menekankan pada asas dasar dari segala kegiatan kehidupan dan peradaban, yaitu akidah (kepercayaan dan keyakinan kepada Allah ‘Azza wa Jalla). Inilah tonggak awal dan dasar dari peradaban Islam itu sendiri. Sekaligus mendasari perbedaan dengan peradaban lain yang pernah ada di dunia ini. Beliau juga meletakkan dasar-dasar hukum interaksi kehidupan manusia dengan syariat yang dibawanya. Tidak sampai disitu, Rasul juga menyumbangkan dirinya selama berada di Madinah, untuk membangun sebuah negara ideal yang berlandaskan Islam sebagai cikal bakal peradaban Islam itu sendiri.

Pada zaman khulafaa-ur-raasyidiin, warisan yang sangat berpengaruh adalah upaya penguatan dari apa yang sudah diletakkan oleh Rasulullah. Abu Bakr, misalnya, melawan orang-orang yang tidak mau berzakat, karena zakat itu sendiri merupakan salah satu pilar dalam Islam, dan jika ada yang tidak mau berzakat, maka digolongkan ke dalam orang yang murtad. Abu Bakr juga memerangi orang-orang yang mengaku menjadi nabi (nabi palsu), sebagai upayanya dalam pembersihan dan penegakan akidah Islam. Selain itu, budaya pewarisan ilmu pengetahuan juga mulai di semarakkan pada zaman ini. Ditandai dengan dikumpulkannya nash-nash al-qur’an yang berserakan lalu kemudian dibukukan dan diperbanyak. Di masa ini, hadits-hadits juga mulai dikumpulkan. Ekspansi da’wah dan pembebasan daerah-daerah sekitar juga mulai diintensifkan, bahkan salah satu ekspedisi pembebasan yang dikirim sudah mencapai negeri China di Timur dan daerah-daerah afrika utara di Barat. Pada fase peradaban Islam berikutnya, warisan yang paling mencolok adalah warisan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terutama pada dua dinasti awal, yaitu dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah. Pusat-pusat ilmu pengetahuan, perpustakaan dan taman baca, universitas, serta riset-riset modern berkembang pesat dan maju. Dari studi akidah, sampai kedokteran, astronomi dan bahkan ilmu kimia menjadi primadona. Ulama-ulama sains Islam mengukir sejarah mereka dan bahkan sampai sekarang catatan-catatan mereka masih dijadikan referensi. Pusat-pusat peradaban berpindah dari Yunani dan Roma, ke Baghdad (Irak, dinasti Abbasiyyah), Cordova(Spanyol, dinasti Umayyah). Tidak mengherankan kemudian peradaban Islam saat itu dijuluki dengan penyambung nyawa dari ilmu pengetahuan yang ada di Yunani dan Roma, yang sudah menua dan menyimpang dari hakikat ilmu itu sendiri. Islam menjadi soko guru dunia, dengan total daerah yang dilingkupi oleh pemerintahan Islam mencapai dua pertiga daratan di bumi (Utara: Eropa Selatan, Barat: Afrika Barat, Timur: China, Selatan: India). Bangunan-bangunan megah, indah dan mewah di semarakkan, dengan arsitektur dan teknologi modern, dan jauh melampaui peradaban Yunani dan Romawi. Sampai sekarang, bangunan-bangunan tersebut masih kokoh berdiri, kecuali yang dihancurkan dan dibakar pada zaman ekpansi Mongol dan pada perang Salib. Taj Mahal, Perpustakaan Internasional di Cordova, Universitas Al-Azhar Mesir, adalah salah satu peninggalan dari banyak lainnya yang sampai sekarang menjadi bukti, bahwa Islam dengan landasan akidahnya, pernah menjadi pusat peradaban dunia. Akan tetapi sayang, pada akhirnya kehancuran itu berawal dari kekeroposan internal umat Islam itu sendiri.

Wallaahu a’lam